Senin, 15 Juni 2015

Etika dalam Bermasyarakat


Pengertian dan Peran Etika dalam Bermasyarakat

Etika merupakan kebiasaan yang benar dalam pergaulan dan dapat dirumuskan sebagai suatu batasan yang menilai tentang salah atau benar serta baik atau buruk suatu tindakan. Kunci utama penerapan etika adalah memperlihatkan sikap sopan santun, rasa hormat terhadap keberadaan orang lain dan mematuhi peraturan serta tatakrama yang berlaku pada lingkungan tempat kita berada.

Etika dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam kehidupan betetangga dan bermasyarakat antara sesama dan menegaskan mana yang benar dan mana yang salah. Etika dalam masyarakat berkembang sesuai dengan adat istiadat, kebiasaan, nilai dan pola prilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat. Etika yang menyoroti secara nasional dan kritis tentang apa yang diharapkan manusia mengenai sesuatu yang bernilai.  

Etika juga memiliki peranan penting di masyarakat. Ada beberapa peran tersebut yang dapat disebutkan antara lain :
  • Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan dalam kehidupan bermasyarakat
  • Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis dalam bermasyarakat dan bertetangga.
  • Sebagai orientasi etis yang diperlukan untuk mengambil sikap yang wajar dalam bermasyarakat dan bertetangga. 
  • Sebagai suatu ilmu, dapat di jadikan sebagai himpunan dari teroi-teori moral, yang juga dapat di praktekkan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
  •  Sebagai suatu teori, juga dapat diperkaya oleh praktek-praktek hidup dalam masyarakat.

Pelanggaran Etika di Masyarakat

1. Pelanggaran HAM terhadap perempuan.
    Kasus ini biasanya dilakukan oleh suami terhadap istri. Atau kadang bisa di sebut KDRT. Telah di sebutkan juga dalam UU No.23 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Jadi,jika Undang-Undang ini masih di langgar, maka akan di jatuhi hukuman.

2. Pelanggaran Hak Cipta
    Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam bidang industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya cipta yang menyangkut Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Produk, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Banyak UU yang berisikan atas perlindungan hak cipta. Salah satunya adalah:
1.      Undang Undang Nomor 12 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 6 Tahun l982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 7 Tahun l987
2.      Undang Undang nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 6 Tahun l989 tentang Paten
3.      Undang Undang nomor 14 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 19 Tahun l992
Dan ada 3 (tiga) Undang Undang lagi yang dikeluarkan pada akhir Tahun 2000, yaitu :
a.       Undang Undang nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
b.      Undang Undang nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Produk
c.       Undang Undang nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

3. Pelanggaran HAM(Hak Asasi Manusia)
    Di Indonesia, sudah ada Undang-Undang yang mengatur jelas tentang perlindungan HAM seperti yang tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 pasal 2 bahwa "Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia". jika manusia melanggar hak asasi manusia, misalnya kasus kekerasan terhadap anak dan sebagainya pasti akan mendapat hukuman yang setimpal sesuai undang-undang yang berlaku.

4.    Pelanggaran penyalahgunaan NARKOBA
    Fungsi dari adanya hukum tentang Nrkoba dalam suatu negara untuk membatasi penyalahguaan Narkoba sehingga lingkungan masyarakat menjadi aman dan nyaman.
Hukumnya seperti kutipan dari undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Misalnya pada pasal 81 ayat 1(a) yang isinya "Membawa,mengirim,mengangkut, atau mentransito narkotika golongan 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 750.000.000,-(tujuh ratus lima puluh juta rupiah)".

5.    Pelanggaran tentang Penipuan
    Jika melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan akan dikenakan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”.

Contoh Kasus Etika di Masyarakat
"Terbukti Melakukan Penggelapan, Ranendra Dituntut Empat Tahun Penjara"

Bahwa terdakwa Ranendra Dangin terlah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan beberapa tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri. Demikian kesimpulan tim penuntut umum dalam lanjutan persidangan kasus dugaan korupsi di PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dengan terdakwa mantan Direktur Keuangan Ranendra Dangin.

Tindak pidana yang dilakukan Ranendra diatur dalam Pasal 8 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana bunyi dakwaan kedua. Penuntut umum menilai dakwaan kedua lah yang paling sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Sebaliknya, dakwaan pertama yakni Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak sejalan dengan fakta yang terungkap di persidangan.

Penuntut umum Zet Tadung Allo memaparkan terdakwa selaku Direktur Keuangan sekaligus otorisator escrow account Kerja Sama Operasi (KSO) pengadaan, penyimpanan dan penjualan gula kristal putih Perum Bulog dengan RNI, telah menggunakan dana operasional KSO sebesar Rp250 juta untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Proses pencairan dilakukan terdakwa dengan membuat dan menandatangani surat nomor 312/RNI.02/XII/03 tanggal 8 Desember 2003 ditujukan kepada Direktur Utama Perum Bulog. Surat pertama disusul dengan surat kedua nomor 320/RNI.02/XII/03 tanggal 22 Desember 2003, kali ini ditujukan kepada Direktur Keuangan Perum Bulog.

Berkat dua surat itu, pencairan pun berhasil melalui cek nomor AA 937836 yang ditandatangani oleh terdakwa dan Saean Achmady. Hasilnya dibadi dua, Rp250 juta untuk Bulog, dan Rp250 juta untuk RNI yang diterima terdakwa melalui Bambang Adi Sukarelawan dan Agus Subekti. Selanjutnya, uang digunakan untuk kepentingan terdakwa, padahal uang itu untuk biaya operasional RNI dalam rangka KSO impor dan pendistribusian gula kristal putih.

Selain itu, terdakwa yang juga otorisator rekening dana distribusi RNI telah mencairkan dana sebesar Rp974.200.000 secara tanpa hak dan melawan hukum, lalu menyetorkan ke rekening pribadi untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dengan modus berbeda, pada 6 Januari 2004, terdakwa memerintahkan Idham Zeisaputra menyiapkan blanko cek tunai nomor AA. 94441 dengan nominal Rp974.200.000. Cek itu kemudian ditandatangani sendiri oleh terdakwa, sedangkan proses pencairan dilakukan oleh Idham di Bank Bukopin Pusat jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.

Hasil pencairan cek disetor tunai ke rekening pribadi terdakwa di Bank Mandiri cabang Mega Kuningan. Dua hari setelah itu, 8 Januari 2004, terdakwa mencairkan secara tunai Rp974.200.000. Menurut penuntut umum, dana yang dicairkan terdakwa adalah milik RNI yang seharusnya digunakan untuk dana distribusi dalam rangka KSO antara RNI dan Bulog atau setidaknya harus tetap berada di rekening RNI dan menjadi bagian dari kekayaan RNI keran sudah tercatat dalam pembukuan internal perusahaan. 

Aksi terdakwa berlanjut. Selaku otorisator rekening cadangan biaya RNI, terdakwa juga telah memindahbukukan dana denda pajak sebesar Rp1.005.732.430 dan dana pengurusan dokumen pajak cacat Rp2,4 milyar ke rekening pribadi secara tanpa hak atau melawan hukum untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Berdasarkan paparan tersebut, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana berupa penjara empat tahun, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan, serta uang pengganti Rp179.517.230. Hal yang memberatkan, terdakwa selama persidangan dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui terus terang perbuatannya. Sementara, hal yang meringankan, terdakwa telah mengembalikan sebagian dari hasil perbuatannya.

Sumber :

Minggu, 07 Juni 2015

UU RI Tentang Komunikasi



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI

Bab 1, Pasal 1
Point 6
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
Penjelasan :
Pengertian jaringan telekomunikasi berdasarkan gabungan beberapa point dalam pasal 1 adalah serangkaian alat perlengkapan atau bisa disebut sebagai sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan telekomunikasi. Kegiatan telekomunikasi tersebut antara lain pemancaran, pengiriman, dan penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi.
Sedangkan pengertian jaringan telekomunikasi menurut umum adalah segenap perangkat telekomunikasi yang dapat menghubungkan pemakaiannya (umumnya manusia) dengan pemakai lain, sehingga kedua pemakai tersebut dapat saling bertukar informasi (dengan cara bicara, menulis, menggambar atau mengetik ) pada saat itu juga. Telekomunikasi sendiri dikembangkan manusia untuk menebus perbedaan jarak yang jauhnya bisa tak terbatas menjadi perbedaan waktu yang sekecil mungkin.
Jaringan telekomunikasi terbagi menjadi jaringan tetap dan jaringan bergerak. Jaringan tetap terdiri dari:
·         Jaringan tetap lokal (circuit-switched dan packet-switched).
·         Jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh
·         Jaringan tetap sambungan internasional.
·         Jaringan tetap tertutup.
Sedangkan, jaringan bergerak terdiri dari:


·         Jaringan bergerak terestrial.
·         Jaringan bergerak satelit.


Jaringan telekomunikasi juga terdiri atas dari tiga bagian utama, yaitu :
1.        Perangkat transmisi
Perangkat transmisi bertugas menyampaikan informasi dari satu tempaat ketempat yang lain (baik dekat, maupun jauh). Media transmisinya dapat berupa kabel, serat optik maupun udara, tergantung jarak dari tempat-tempat yang dihubungkan serta tergantung pada beberapa banyak tempat yang saling dihubungkan.
2.        Perangkat penyambungan (switching)
Perangkat penyambungan bertugas agar pemakai dapat menghubungi pemakai lain sesuai seperti yang diinginkannya. Perangkat penyambungan disebut masih menggunakan sistem manual bila diperlukan seorang operator yang bertugas menyambungkan pemakai dengan pemakai lain yang diingininya.
3.        Terminal
Terminal adalah peralatan yang bertugas merubah sinyal informasi asli (suara manusia atau lainnya) menjadi sinyal elektrik atau elektromagetik atau cahaya. Ini diperlukan karena perangkat transmisi yang mampu menyampaikan informasi tersebut dari satu tempat ketempat yang lain yang umumnya tidak dekat dalam waktu cepat, memang mempersyaratkan agar sinyal informasi diubah menjadi sinyal listrik (untuk dilewatkan kabel) atau menjadi sinyal elektromagnetik (untuk dilewatkan udara) atau menjadi sinyal cahaya (untuk dilewatkan serat optik).

Point 11
Pengguna adalah pelanggan dan pemakai.
Penjelasan :
Pengguna jaringan telekomunikasi dalam point 11 ini disebutkan adalah pelanggan dan pemakai. Kedua istilah tersebut sekilas hampir sama, yang membedakan adalah bahwa “pelanggan” adalah pengguna (perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah) yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak sedangkan “pemakai” adalah pengguna jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak. 
Contoh sederhana dari keduanya adalah sebagai berikut:
1.    Seseorang yang menggunakan nomor seluler pada handphone miliknya baik pra bayar maupun pasca bayar disebut sebagai ”pelanggan”, karena sebelum kartu diaktifkan oleh operator telekomunikasi, orang tersebut harus mendaftarkan diri dan dianggap telah membaca dan menyetujui kontrak elektronik dalam syarat dan ketentuan penggunaan yang berada di kemasan kartu seluler ataupun yang diumumkan dalam layanan web site operator.
2.    Seseorang yang meminjam telepon seluler orang lain, hanya bisa disebut sebagai “pemakai”, karena orang tersebut hanya menggunakan manfaat dari nomor seluler tersebut dan tidak memiliki hubungan hukum langsung dalam kontrak dengan operator telekomunikasi atas nomor seluler yang digunakannya. 
Definisi tersebut memberikan makna bahwa kedudukan masyarakat sebagai pengguna kartu seluler dapat disebut sebagai “pelanggan” maupun “pemakai”.  

Bab 11, Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penjelasan :
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi dalam ketentuan ini dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.
Keterbatasan UU Telekomunikasi, dalam mengatur pengguna teknologi informasi
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang telekomunikasi. Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sumber :



Kamis, 02 April 2015

SANKSI PIDANA JAKSA

LARANGAN JAKSA (PASAL 4)
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
1.      menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
2.      merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
3.   menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
4.      meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang   keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
5.      menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
6.      bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
7.      membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
8.  memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.

SANKSI
Terdapat beberapa tindakan/Sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik :
1. Tindakan administratif dikenakan pada perbuatan tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang
            a.       Pemberhentian sementara selama pemeriksaan  
            b.      Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain
          c.       Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun, selama menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian.

2.      Pidana.
Apabila telah nyata dan benar melakukan kejahatan dan atau perbuatan yang melanggar peraturan perUndang-Undangan, maka jaksa yang bersangkutan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya.

Sumber :

http://sasaranilmu.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-profesi-hukum-kode-etik.html

Rabu, 04 Maret 2015

Pengertian Kode Etik

 1.1      Pengertian Kode Etik          
           Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang merupakan kesatuan moral yang melekat pada suatu profesi sesuai kesepakatan organisasi profesi yang disusun sesara sistematis. Kode etik juga dapat dikatakan sebagai sekumpulan etika yang telah tersusun dalam bentuk peraturan berdasarkan prinsip moral pada umumnya yang disesuaikan dan diterima sesuai jiwa profesi guna mendukung ketentuan hukum yang berlaku demi kepentingan profesi, pengguna jasa profesi, masyarakat/publik, bangsa dan negara.
         Pengaturan etika disusun dalam bentuk kode etik dipandang penting mengingat jumlah penyandang profesi makin banyak sehingga membutuhkan ketentuan baku yang mampu mengendalikan serta mengawasi kinerja profesi. Selain makin banyaknya penyandang profesi, juga menghindari kesalahan profesi tanpa ada pertangungjawaban dengan mengotak-atik kelemahan etika guna mengamankan penyandang profesi itu sendiri. Faktor lain yang mendukung dibentuknya kode etik secara baku karena tuntutan masyarakat yang makin kompleks dan kritis sehingga ada kepastian hukum tentang benar atau tidaknya penyandang profesi dalam menjalankan tugasnya.
           Penegakan terhadap pelaksanaan kode etik secara konsekuen dilakukan oleh organisasi profesi sebagai pencetus lahirnya kode etik. Menurut E.Holloway dikutip dari Shidarta, kode etik itu memberi petunjuk untuk hal-hal sebagai berikut:
1.hubungan antara klien dan penyandang profesi;
2.pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi;
3.penelitian dan publikasi/penerbitan profesi;
4.konsultasi dan praktik pribadi;
5.tingkat kemampuan kompetensi yang umum;
6.administrasi personalia;
7.standar-standar untuk pelatihan.

1.2       Fungsi Kode Etik
          Pada dasarnya, kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik, yaitu:
1.      melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah
2.      mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi
3.      serta melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.

1.3       Tujuan Kode Etika Profesi
         Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak sama. Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:
1.    Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.   Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.    Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.     Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.      Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
        Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya

Sumber :
http://mfile.narotama.ac.id/files/M.%20Sholeh/ETIKA%20PROFESI/ETIKA%20PROFESI%20OK.doc
https://pujiee.files.wordpress.com/2010/01/makalah.doc
http://davsunited.blogspot.com/2012/04/makalah-etika-dan-kode-etik-profesi.html